Perokok adalah orang yang paling kuat mentalnya menghadapi tekanan psikis dari rezim antirokok. Karena setiap bungkus rokok yang dibeli untuk dikonsumsi selalu ditakut-takuti dengan gambar seram yang ada di bungkus rokoknya. Tujuan gambar seram itu menyerang psikis perokok agar takut. Sehingga tujuan besar rezim antirokok mengurangi jumpal perokok berhasil. Tapi benarkah berhasil? Atau ini hanya akal-akalan rezim antirokok saja yang ingin selalu mendapatkan proyek kampanye antirokok dari lembaga donor asing?
Membeli Rokok, Sedekah Buat Negara
Padahal, perokok membeli rokok tentu menjadi penyumbang bagi pemasukan negara melalui cukai yang setiap tahun besarannya sangat menggiurkan. Tahun kemarin saja pemasukan dari duit cukai sebesar 200 triliun masuk ke kantong negara.
Namun, walaupun menjadi salah satu penyumbang keuangan negara, perokok ternyata masih juga ditekan dan diserang psikisnya dalam membeli rokok yang jelas-jelas menguntungkan negara. Gambar seram yang dipajang di bungkus rokok memang bertujuan menakut-nakuti perokok karena tujuannya untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia. Namun, apakah dengan keberadaan gambar seram itu perokok jadi takut?
Gambar seram yang dipajang di bungkus rokok itu berupa gambar orang yang yang seolah-olah seorang perokok yang sedang terkena penyakit dari kebiasaaan merokok. Terlihat mengerikan. Ada yang tenggorokannya bolong. Ada juga yang paru-parunya bolong. Kesannya memang menakutkan. Tapi sebenarnya, pemerintah hanya sekadar menakut-nakuti saja agar terkesan peduli dengan kesehatan masyarakat.
Karena jika serius ingin menurunkan jumlah perokok, kenapa pemerintah tidak menutup saja keberadaan pabrik rokok? Bukan hanya menakut-nakuti perokok namun uang cukainya masih dibutuhkan oleh pemerintah. Jika demikian pemerintah berkesan munafik!
Lalu apakah dengan gambar seram di bungkus rokok itu membuat perokok lantas ketakutan dan menghentikan aktivitasnya merokok?
Ternyata tidak. Karena pemasukan cukai dari perokok justru ditingkatkan lagi oleh pemerintah karena pemerintah menganggap bahwa perokok masih banyak dan ini kesempatan bagi pemerintah untuk meningkatkan pemasukan dari cukai. Lalu secara beruntun pemerintah akhir tahun lalu mengumumkan kenaikan cukai dua secara bertutur-turut 2023-2024 dengan kenaikan rata-rata 10%.
Selain gambar seram, rezim antirokok juga menakut-nakuti perokok dengan slogan yang mengandung unsur religius. Tujuannya tentu saja untuk menakut-nakuti perokok. Dikatakan dalam kampanye dan slogan antirokok itu bahwa merokok mengandung unsur menjatuhkan diri sendiri ke dalam jurang kebinasaan. Selain itu juga, merokok merupakan aktivitas bunuh diri secara perlahan. Aktivitas merokok bagi rezim antirokok dianggap bertentangan dengan agama.
Tapi apakah kemudian perokok menjadi takut?
Penggunakan unsur menyeramkan melalui gambar dan unsur religius agar perokok berkurang jumlahnya ternyata juga tidak mempan bagi perokok. Perokok masih tetap saja dengan nyaman merokok. Karena perokok kini tahu, bahwa apa yang dilakukan oleh rezim kesehatan tak lain dan tak bukan merupakan ada agenda asing yang ingin melenyapkan keberadaan rokok di Indonesia.
Karena jika memang ingin melenyapkan rokok secera serius, pemerintah seharusnya tinggal menutup saja pabrik rokok di Indonesia. Bukan malah menakut-nakuti perokok dengan gambar seram. Karena bagi perokok, gambar seram yang dipajang di bungkus rokok merupakan bagian dari seni. Gambar seram adalah seni.
Jadi, gambar seram di bungkus rokok bikin takut perokok?
Tentu tidak. karena perokok ingin selelu bersedekah bagi negara. Makanya selalu membeli rokok. Baik eceran maupun bungkusan. Karena perokok tahu, bahwa dalam tiap batang rokok yang diisap ada sedekah yang diberikan buat negara. Jadi di negeri ini merokok itu sedekah bagi negara. Titik.