Sangat menarik membahas tentang khazanah per-rokok-an di nusantara ini. Banyak yang tak tahu bahwa Indonesia punya banyak sekalijenis varian rokok tradisional yang tersebar di seluruh penjuru daerah. Banyak dari rokok-rokok tradisional itu tumbang karena tergerus oleh persaingan perdagangan rokok nasional, namun tak sedikit pula yang bisa terus bertahan.
Berbagai jenis rokok yang bisa terus bertahan biasanya karena memang punya segmen penikmat tersendiri. Misal rokok klobot jagung yang tetap disukai oleh para nelayan karena tak mudah basah terkena air, atau rokok terapi yang banyak disukai oleh orang-orang sepuh.
Dari sekian banyak rokok tradisional, rokok pucuk menempati satu ruang tersendiri di hati masyarakat Palembang. Rokok pucuk adalah rokok khas yang diproduksi di Kelurahan 3 Ulu, Palembang. Rokok ini mampu bertahan sampai sekarang.
Rokok ini cenderung mempunyai penikmat tersendiri. Pemasarannya pun sampai ke Thailand, Malaysia, dan Singapura. Meski jumlahnya kecil bila dibandingkan dengan produksi rokok kretek atau rokok putih yang menggunakan bahan baku tembakau.
Salah seorang warga Ogan Ilir, Narto (40) seperti yang dikutip Beritagar.id, mengaku aroma daun nipah sembari merasai kopi kerap bikin rindu. “Sejak muda saya sudah merokok pucuk ini,” katanya.
Ia mengaku membeli rokok pucuk seharga Rp2 ribu per ikat di pasar mingguan yang dekat dengan kampungnya.
“Satu ikat berisi 50 batang, bisa tahan sampai dua minggu. Orang-orang sini (Ogan Ilir) lebih banyak memakai rokok pucuk.” Harganya yang jauh lebih murah daripada rokok biasanya menjadi alasan lain bagi pria yang berprofesi sebagai petani ini.