Wacana kenaikan harga rokok hingga Rp 50 ribu diperbincangkan publik belakangan ini.
Debat kusir di media sosial ini dipicu oleh penelitian Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Penelitian tersebut mencari harga rokok yang ‘pas’ untuk membuat rokok orang berhenti merokok.
Dalam lansirannya bahwa harga yang tepat untuk satu bungkus rokok adalah Rp50 ribu dengan sebagian responden mengaku akan berhenti membeli rokok di tingkat harga tersebut. Perbandingan harga rokok dengan di luar negeri juga menjadi salah satu alasan yang diajukan oleh para peneliti.
“Penelitian sebelumnya di Malaysia, Singapura, Inggris, Australia menunjukkan kalau orang dihadapkan dengan kenaikan harga rokok dua kali lipat maka konsumsinya turun 30%,” kata Habbullah Thabrany, penulis utama laporan penelitian.
Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi, seperti dikutip BBC menjelaskan kenaikan cukai selama ini dilakukan bertahap. “Kalau hara Rp 50 ribu berarti terjadi kenaikan sebesar 300 persen, sementara dalam sejarahnya kenaikan harga itu puluhan saja,” katanya.
Ia memberikan penilian bila kenaikan drastis dapat menyebabkan penurunan produksi, ujungnya akan berdampak pada kesejahteraan tenaga kerja di pabrik serta petani tembakau dan cengkeh yang menjadi pemasok industri rokok.
Dampak lainnya ialah merebaknya rokok ilegal. “Salah satu instrument penetapan harga itu kan cukai, yang merupakan bentuk pajak. Secara teori, ketika pajak terlalu tinggi akan ada dampak berupa produk ilegal,” terangnya.
Ilustrasi Gambar: Eko Susanto